Jemaat-jemaat Allah Al Maséhi
[153]
Perintah Allah yang Pertama: Dosa Iblis [153]
(Edisi 2.0
19960227-19991020)
Alkitab didasarkan pada kisah penciptaan dan pemberontakan dari penguasa
udara dalam saat penciptaan itu. Figur utama dalam pemberontakan itu adalah
salah satu anak Allah yang disebut dalam Alkitab dengan banyak nama – yang
paling banyak dikenal adalah Iblis (1Tawarikh 21:1; Ayub 1:6; Yunus
Email: secretary@ccg.org
(Hak Cipta
ã
1996, 1999 Wade Cox)
(Tr. 2003)
Makalah ini dapat diperbanyak dan
didistribusikan selama disalin sepenuhnya tanpa perubahan atau pengurangan.
Nama dan alamat penerbit serta pernyataan hak cipta harus disertakan. Tidak
dikenakan biaya apapun pada penerima dari salinan yang didistribusikan. Kutipan
singkat dapat dibuat pada artikel kritik dan ikhtisar tanpa melanggar hak
cipta.
Makalah
ini tersedia di halaman World Wide Web:
http://www.logon.org
and http://www.logon.org
Perintah Allah yang Pertama: Dosa Iblis [153]
Alkitab didasarkan pada
kisah penciptaan dan pemberontakan dari penguasa udara dalam saat penciptaan
itu. Figur utama dalam pemberontakan itu adalah salah satu anak Allah yang
disebut dalam Alkitab dengan banyak nama – yang paling banyak dikenal adalah
Iblis (1Tawarikh 21:1; Ayub 1:6; Yunus
Nama Iblis [Setan]
adalah kata bahasa Ibrani (SHD 7854 sawtawn)
yang diambil dari kata bahasa Ibrani lainnya (SHD 7853 sawtan) yang akar kata utamanya berarti menyerang, juga menuduh.
Dengan demikian, artinya adalah sesuatu yang bermusuhan. Kata ini, terutama
jika disertai dengan predikat, mengunjuk pada Sang Musuh, Iblis, lawan utama
dari kebaikan. Kata ini mempunyai arti bermusuhan atau bertahan. Karena itu
konotasinya adalah pemberontakan. Perjanjian Baru menggunakan kata Satanas (SGD 4567) yang merupakan
terjemahan dari sebuah kata yang berasal dari bahasa Kasdim yang sama artinya
dengan kata Setan dalam bahasa Ibrani (SHD 7854; dan muncul sebagai SGD 4566).
Ini artinya sang penuduh. Oleh karena itu tak terbantah lagi bahwa kerangka
teologi referensis dalam Perjanjian Baru didasarkan pada struktur Ibrani/Aram.
Iblis dikenal dengan
nama lain yang menggambarkan sifatnya dan menunjukkan dosanya.
Ia disebut Azazel pada
buku-buku Ibrani, baik yang alkitabiah maupun tidak alkitabiah. Kambing Azazel
muncul dalam Imamat
Imamat
16:5-10 5Dari umat
Disini perbedaannya
adalah pada kedua kambing. Satu adalah untuk Yehova dan yang lainnya adalah
yang disini disebut sebagai kambing penghapus dosa (“kambing hitam” dalam
dialektika
Lima-belas dari
dua-puluh anak-anak Allah yang berkedudukan tertinggi dikenal mempunyai nama
El. Dari tatanan yang ada, mereka nampaknya diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok
sepuluh orang di bawah satu malaikat senior. Mereka dianggap turun ke Ardis,
puncak dari Gunung Hermon (lihat Knibb, hal. 68). Masing-masing pemimpin ke
sepuluh adalah Asael yang berarti Allah
telah membuat.
Knibb menyatakan bahwa
istilah Azazel, yang muncul dalam Pasal 8:1 (dalam karya tsb. di atas, hal.
79), merupakan penyebutan yang keliru dari Asael dalam catatan aslinya.
Pengertiannya adalah bahwa Allah telah
menciptakan menjadi Allah telah
menguatkan (atau mengeraskan). Ini adalah suatu anggapan.
Dari letakknya dalam
tulisan, adalah juga mungkin bahwa Semyaza dianggap diberi nama Azazel karena
Azazel muncul sebagai orang yang mengajar manusia untuk membuat pedang dsb.,
dengan demikian, perang, dan pembuatan perhiasan dan kosmetik. Dan duniapun berubah (dalam karya di
atas, hal. 81). Bagaimanapun, Azazel dikaitkan dengan pewahyuan rahasia kekal
yang disimpan di surga dan Semyaza telah
membuka rahasia, (ia) yang telah engkau beri otoritas untuk memerintah atas
mereka yang bersamanya (9.7, dalam karya di atas). Azazel dan Semyaza
disebut dalam lingkup yang sama. Kemungkinan mereka adalah dua entitas yang
bekerja sama, atau juga mungkin, dua nama dari satu entitas. Nama-nama tersebut
mengimplikasikan dua aspek. Semyaza berarti ia
melihat nama itu dalam pengertian bahwa Allah telah mendelegasikan namaNya
dan otoritasNya kepada dia sebagai seorang pemimpin, sebagaimana yang kemudian
Allah perbuat pada Yehova Elohim bangsa Israel (Keluaran 32:8 RSV, LXX, DSS;
Mazmur 45:6-7; Zakharia 12:8; Ibrani 1:8). Nama ini kemudian dihapus dan
Semyaza/Azazel diikat dalam tempat perhentian hingga saat penghakiman. Henokh
dipandang oleh tulisan ini sebagai juru tulis atau utusan yang mengutuk Azazel
dan ia berbicara kepadanya. Ini nampaknya menegaskan bahwa Semyaza dan Azazel
adalah mungkin dua nama untuk satu entitas. Azazel ditahan di lubang tak
berdasar dalam Buku Etiopia tentang Henokh. Alkitab mengidentifikasikan Iblis
sebagai makhluk ini.
Implikasi bahwa dunia
telah berubah melalui pengajaran malaikat-malaikat atau putra-putra Allah
(dalam karya di atas). Kaum Nefilim juga dipahami sebagai manusia raksasa yang
merupakan keturunan malaikat dan manusia (Bab 14 – 22, hal. 95-112). Dari
tulisan ini juga didapat pemahaman bahwa di masa sesudahnya misteri ini diberitahukan
kepada manusia oleh malaikat Asradel. Tulisan itu menyebut empat penghulu besar
malaikat yaitu Mikhael, Uriel, Rafael dan Gabriel (9.1; hal. 84).
Nama Abaddon dalam
Wahyu
Nama yang lain adalah Beelzebul (Matius
Istilah lain adalah Belial (SGD 955) (2Korintus
Istilah setan (devil)
diambil dari kata diabolos (SGD 1228)
dan juga digunakan untuk menamakan Iblis (Matius 4:1;
Diabolos
merupakan turunan dari SGD 1225 diabollo
yang berarti menuduh atau mendakwa. Karena itu ini merupakan
sebuah kata kerja dari tuduhan palsu, yang merupakan sifat dari Iblis, yang telah
diubah menjadi kata kerja. Keadaan dari sang pemberi tuduhan palsu merupakan
obyek yang dihancurkan dalam lautan api. Bukanlah makhluknya yang telah
dihancurkan.
Istilah yang lain
adalah musuh (Matius
Iblis juga disebut
sebagai roh jahat (1Samuel
Oleh sebagian kaum
Trinitarian, Iblis dianggap juga disebut secara eufemistis sebagai Pintu Neraka
(Matius
Wahyu menyebutnya
sebagai Nama Merah Padam yang Besar
(Wahyu 12:3). Istilah yang juga digunakan adalah Ular Tua (Wahyu 12:9; 20:2). Ia juga adalah ular (Kejadian 3:4, 14;
2Korintus 11:3).
Yohanes
Kuasa kegelapan juga
diterapkan padanya dalam Kolose 1:13. Ia adalah pangeran dari dunia ini
(Yohanes
Dari sebutan-sebutan
ini, ia adalah roh yang bekerja di dalam anak-anak yang membangkang (Efesus
2:2). Ia adalah sang penggoda (Matius 4:3; 1Tesalonika 3:5) melalui kuasa-kuasa
tersebut.
Karena itu ia adalah penguasa dunia ini (2Korintus 4:4) dan
roh kekotoran (Matius
Dari istilah-istilah
tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa ia memberontak terhadap keberadaan
Allah. Ia adalah penjaga yang diurapi atau kerubim yang melingkupi sebagaimana
kita lihat dalam Yehezkiel 28:14. Ia ditempatkan di gunung Allah. Ia adalah
sempurna dari saat penciptaannya hingga pelanggaran ditemukan dalam dirinya
(Yehezkiel 28:15). Ia berusaha naik melebihi bintang-bintang atau putra-putra
Allah dan untuk menjadi seperti Yang Maha Tinggi (Yesaya
Secara sekilas, dosanya
adalah pelanggaran terhadap Perintah Allah yang Pertama. Perintah itu adalah:
Keluaran 20:1-3 1Lalu
Allah mengucapkan segala firman ini: 2"Akulah TUHAN, Allahmu,
yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. 3Jangan
ada padamu allah lain di hadapan-Ku. (KJV)
Kalimatnya adalah jangan ada allah lain di hadapanKu. Kata
allah disitu berbentuk jamak, dipahami sebagai dewan tua-tua (Wahyu 4:1 hingga
Allah mengatur
pemulihan perjanjian ini dengan melakukannya melalui penghulu (Host) lain yang
setia. Malaikat Perjanjian ini adalah juga salah satu elohim (Zakharia 12:8).
Ia ditempatkan sebagai kepada
Hal paling mendasar
dalam perjanjian antara Allah dan umatNya bahkan juga dipahami oleh mereka yang
tidak memahami keberadaan pelanggaran Iblis terhadap Perintah Allah yang
Pertama. Contohnya adalah dari R.J. Rushdoony, yang adalah seorang Trinitaris.
Pemulihan dari hubungan perjanjian merupakan
karya dari Kristus Yesus, anugerahNya bagi umatNya yang terpilih. Pemenuhan
dari perjanjian ini merupakan tugas utama mereka: untuk menundukkan segala
sesuatu dan semua bangsa pada Kristus dan firman-hukum Kristus [Allah] (The Institutes of Biblical Law karya
R.J. Rushdoony, The Presbyterian Publishing Company, USA, 1973, hal. 14).
Shema memuat pendirian dasar berikut ini.
Ulangan 6:4 4Dengarlah,
hai orang
Teks ini telah digunakan oleh Kaum Trinitari dan Binitari, untuk berusaha menimbulkan kesan sebuah kesatuan pada diri elohim, dalam arti bahwa Allah Bapa dan Yesus Kristus adalah satu elohim. Akan tetapi, ini merupakan sesuatu yang keliru. Ketunggalan dari Eloah merupakan sesuatu yang absolut dan di dalamnya tidak tercakup sang putra yang dipilih sebagai Mesias sebagaimana dinyatakan dalam Amsal 30:4-5. Sesungguhnyalah ketunggalan tersebut tidak menyertakan putra-putra Allah, yang sedari dulu memang banyak jumlahnya (Ayub 1:6; 2:1; 38:4-7).
Teks dasarnya adalah Shema Yishrael Yahovah Elohenu Yahovah Ehad.
Asumsi dasar yang dibuat oleh Kaum Trinitari (dan dikacaukan oleh yang menyatakan diri sebagai Kaum Binitari) adalah bahwa istilah Elohenu mempunyai kaitan dengan elohim. Elohenu merupakan kata turunan dari Eloah dan merupakan kata tunggal, sebagaimana Eloah merupakan kata tunggal. Elohim merupakan kata jamak dan merupakan kata dasar dari istilah ini. Eloah merupakan sumber dari kedua istilah tersebut.
Kristus sendiri mengutip Ulangan 6:5
sebagai perintah yang pertama dan yang utama (Matius
Konsep bahwa elohim adalah satu merupakan hal yang berada di bawah
tatanan dan kehendak dari Eloah yang adalah satu-satunya Allah yang tunggal dan
sejati (Yohanes 17:3; 1Yohanes
Prinsip Pertama:
Hanya Satu Allah Yang Sejati
Rushdoony melihat bahwa prinsip yang
pertama dari Shema adalah bahwa
Jika
Disini Allah adalah satu dan kebenaran hanya satu. Kebenaran hanya satu karena, sebagaimana hakikat dari kebaikan, kebaikan itu bersumber dari ke-maha-kuasaan dan ke-maha-tahuan Allah. Ke-maha-tahuan dipahami sebagai pengetahuan atas segala kebenaran sejati, sehingga dengan demikian kebenaran merupakan sebuah sentralitas dari kesemua kuasa dari Allah. Oleh karena itu, hanya ada satu kebenaran.
Sekalipun pemahaman ini jelas eksistensinya, ketidak-sesuaian dari pendirian ini menyangkut Allah Bapa tidaklah dibahas oleh para cendekia kaum trinitari maupun kaum binitari.
Penganut Trinitas
seperti Rushdoony melihat bahwa perintah Allah yang pertama merupakan inti
daripada Perjanjian Allah dan berusaha untuk mencari titik temu untuk
kontradiksi di dalam elevasi Kristus ke tingkatan dan kesetaraan dengan Allah
dengan memadukan entitas-entitas yang ada, sekalipun sudah ada bukti yang jelas
dari Alkitab. Kesetaraan tidaklah benar karena 1Timotius
Yohanes
Dengan demikian Kristus
bergantung pada Allah Bapa untuk kehidupan kekal. Karenanya Kristus tidak dapat
setara dalam kekekalan dengan Allah Bapa sebelum permulaan dari penciptaan.
Hanya Allah berdiri seorang diri, secara kekal, sebelum permulaan jaman. Oleh
karena itu, Kristus bukanlah Allah yang sejati dalam pengertian yang sama bahwa
Allah Bapa adalah satu-satunya Allah yang sejati. Kristus memiliki kemuliaan
sebagai satu-satunya putra (uios)
yang dilahirkan dan sebagai allah (theos
atau elohim) (Yohanes 17:3; 1Yohanes
Pada esensinya, inilah
dosa Iblis. Penganut Trinitas dan Binitari berusaha untuk menuduh Kristus dan
umat Kristen dengan dosa yang sama dengan yang telah diperbuat Iblis.
Penganut Binitari, pada
kenyataannya berada pada dilema yang lebih besar dari penganut Trinitas. Dosa
Iblis merupakan pelanggaran yang jelas terhadap Perintah Allah yang Pertama.
Kaum Binitari menyatakan bahwa Kristus ada
dalam kekekalan (Constitution of the United Church of God, an International
Association, Revisi 21 Nopember 1995).
Takhyul sesat ini menyatakan bahwa umat
terpilih akan menjadi pewaris bersama-sama dengan Kristus. Secara logis, posisi
tersebut menyiratkan bahwa ada dua Allah yang sejati, yaitu Allah dan Kristus,
dan bahwa mereka berdua berada dalam kekekalan. Di dalam pernyataan tersebut
secara implisit dinyatakan bahwa Kristus mempunyai eksistensi yang terpisah
dari kekuasaan Allah. Pernyataan ini merupakan takhyul yang terkutuk karena
melanggar prasyarat logis mengenai ke-maha-kuasa-an Allah dan secara langsung
bertentangan dengan Alkitab. Sebagaimana kaum Binitari menyatakan sebuah
independensi utuh dan aktual dari dua keberadaan yang terpisah demikianlah
mereka menjadi dualis yang logis. Dualisme bertentangan dengan inti dari
struktur monoteis Allah dan kuasa Allah. Doktrin ini menyeret ke dalam
pernyataan yang menghujat bahwa Allah dan Kristus pernah saling berdiskusi
mengenai siapa diantara Mereka yang akan turun ke dunia untuk dikurbankan.
Pernyataan ini sebenarnya pernah dinyatakan secara terbuka oleh seorang
penginjil Amerika dalam sebuah rangkaian kebaktian, (yaitu di
Pengakuan terhadap Allah sejati yang ke dua yang ada secara kekal sebelum permulaan dari aktivitas Allah, yang dalam hal ini adalah penciptaan, menempatkan elohim yang lain sebagai pusat penyembahan di luar Eloah. Ini adalah sesuatu yang nyata-nyata tidak diperbolehkan. Pengajaran seperti ini menyatakan adanya Allah lain dan merupakan penyembahan berhala. Pengajaran seperti ini menyangkal hak yang semestinya untuk turut di dalam kebangkitan yang pertama (Wahyu 20:1-6) dan merupakan penyembahan berhala.
Prinsip Ke Dua:
Allah yang Tdak Berubah dan Hukum Allah
2. Allah yang absolut dan tidak berubah
berarti bahwa hukum Allah adalah juga sesuatu yang absolut dan tidak berubah.
Alternatif yang tersedia bagi hukum Allah bukanlah anugerah, melainkan
ketiadaan hukum (dalam karya di atas, hal. 20). Dengan menyatakan bahwa hukum
Allah adalah sesuatu yang diperuntukkan bagi bangsa
Prinsip ke 2 mempunyai beberapa sub-elemen.
2.1 adalah bahwa keberadaan Allah yang tidak berubah berarti bahwa Hukum Allah adalah juga tidak berubah. Ini merupakan sesuatu yang esensiil, karena Hukum Allah harus dimulai dengan sebuah premis, selain daripada fakta bahwa Allah menerbitkan perintah itu sebagai suatu yang tidak disengaja atau sekedar untuk pemberi kesan belaka. Satu-satunya dasar untuk diterbitkannya Perintah Allah tersebut adalah bahwa Perintah Allah itu bersumber dari hakikat Allah dan Ia tidak dapat menerbitkan sistem yang lain daripada itu.
2.2 karenanya dikembangkan dari premis ini.
Oleh sebab itu anugrah tidak dapat menjadi sebuah alternatif terhadap Hukum
Allah. Anugrah harus menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem tersebut dan
sebagai sebuah alat untuk mencapai kesempurnaan dalam sistem itu. Alternatif
dari Hukum Allah adalah tidak adanya hukum. Ini diistilahkan dengan anti-nomianisme, dari nomos atau Hukum. Pada dasarnya konsep
ini berasal dari doktrin Gnostis yang bersumber pada Gnostisisme Aleksandria
dan yang telah dikembangkan baik oleh bangsa Romawi dan bangsa Yunani di dalam
eksposisi teologis mereka mengenai Kekristenan. Pertama-tama konsep tersebut
menyerang Yudaisme dan sesudah itu Kekristenan. Henry A. Green (The Economic and Social Origins of
Gnosticism, SBL, Disertasi Seri ke 77, Scholars Press, Atlanta, Georgia,
1985) menyatakan di dalam karyanya:
Bagi mayoritas kaum
Gnostik yang ajarannya berasal dari kisah Yahudi mengenai penciptaan,
anti-nomianisme pada faktanya berlawanan dengan Hukum Musa, hukum kosmis. Semua
hukum menjadi identik dengan nasib kosmis yang opresif. Moralitas Pneumatis,
yagn ditentukan dengan sikap permusuhan terhadap dunia, mengkonsentrasikan diri
pada upaya membebaskan kaum Gnostik dari Hukum Musa dan morealitas Yahudi.
… Penafsiran alegoris dari
Hukum Musa atau penolakan terhadapnya baik secara sebagian atau seluruhnya
dapat dengan mudah menyeret ke dalam karakteristik gerakan heterodox yang
menjadi respon para pemberontak. Mengekspresikan sudut-pandang dari kaum Yahudi
yang anomis dan telah diputus hubugnannya, etika dan perilaku Yunani dapat
mengemuka dengan terbuka, terlepas dari Allah Yahudi dan Hukum-hukumNya.
Dimuliakannya Kristus mempunyai dua maksud. Pertama adalah menyingkirkan sang Mesias secara ontologis dari umat pilihan dan, karena itu, menyangkal hak waris umat pilihan yang merupakan pemberian Allah. Akan tetapi, hal ini menjadi diperlukan hanya dengan pemuliaan Kristus hingga mencapai kesetaraan dan kekekalan dengan Allah sajalah maka dapat dinyatakan bahwa Kristus telah menghapus hukum Allah yang diberikan kepada orang Yahudi dan, sebagai gantinya, maka sebuah struktur yang didasarkan pada etika dan pemahaman teologis Yunani dapat dikembangkan. Doktrin Gnostis, yang pada akhirnya menjadi Trinitas, merupakan sesuatu yang esensi bagi pemikiran Helenis di dalam iman percaya yang baru. Hanya melalui proses ini sajalah Iblis dapat memalsukan berita ini dan memastikan ketidak-mauan bekerja sama dan menjamin adanya ketidak-sesuaian dengan Hukum Allah. Keseluruhan dari argumen Hukum Allah vs. Anugrah dalam Kekristenan modern merupakan sesuatu yang diinspirasikan oleh setan, sebagai pendirian Gnostis (lihat juga dalam makalah Hubungan antara Keselamatan atas dasar Anugrah dan Hukum Allah [082], Works of the Law - or MMT [104] dan Ketakhyulan dalam Gereja Apostolik [089]).
Prinsip Ke Tiga:
Kepatuhan pada Allah
3. Prinsip ke tiga dari Shema
Doktrin Jiwa membawa
politeisme ini satu langkah lebih jauh dalam arti bahwa doktrin itu berusaha
untuk menggunakan beberapa kehendak yang di luar kuasa Allah dan tidak
bergantung pada Allah untuk kehidupan kekal. Pendirian Alkitab adalah bahwa
Kristus bergantung pada Allah Bap untuk hidup kekal karena Allah Bapa mempunyai
kehidupan di dalam diriNya sendiri. Dengan demikian Kristus adalah bukan Allah
yang sejati dan yang disebut Jika Imortal tidaklah ada, atau bahwa monoteisme
dilanggar secara logis sebagaimana juga Firman Allah (Yohanes 5:26; 14:28;
1Timotius 6:16).
Dengan memberontak
terhadap kehendak Allah, dan kehendakNya adalah Hukum, sama saja dengan
menginginkan berpisah dari Allahy dan bertanggung-jawab atas keharusan logis
dari monoteisme. Karena itu, pemberontakan merupakan dosa yang setera dengan
sihir (1Samuel 15:23).
Prinsip Ke Empat:
Pendidikan mengenai Hukum Allah
Prinsip kepatuhan terhadap Hukum Allah
mengalir terus hingga prinsip yang ke empat. Prinsip menyangkut pendidikan
mengenai hukum Allah ini merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari baik
kepatuhan terhadap hukum Allah maupun dari penyembahan. Kesemuanya ini
merupakan elemen-elemen yang pertama. Penyembahan secara keseluruhannya
dipusatkan pada sang Eloah yang merupakan poko pemujaan dan pokok pandang dari
Bait Allah (Ezra. 4:24; 5:1-2,8,12-17; 6:3-12). Dengan demikian: Tak
ada Allah lain kecuali sang Eloah.
Rushdoony menyatakan
mengenai prinsip ini.
4. Prinsip yang ke empat
yang mengikuti Shema Israel
dinyatakan dalam Ulangan 6:7-9, 20-25; pendidikan mengenai Hukum Allah merupakan
dasar dan tidak dapat dipisahkan dengan kepatuhan terhadap Hukum Allah dan
terhadap penyembahan. Hukum Allah mengharuskan adanya pendidikan dalam bidang
hukum. Oleh karena itu segala sesuatu yang tidak merupakan sekolah yang
didasarkan pada Alkitab merupakan tindakan murtad dari seorang percaya: di
dalamnya termasuk memiliki allah lain dan bersembah-sujud terhadap allah itu
dan belajar dari dia. Tak akan ada penyembahan yang benar tanpa pendidikan yang
benar, karena Hukum Allah mengikat dan absolut, dan tak seorangpun dapat datang
pada Allah sembari mengolok-olok ketentuanNya.
Dari Ulangan 6:8 Israel
memperoleh menggunakan Tefilin, bagian dari Hukum Allah yang diikatkan pada
kepala atau tangan pada saat berdoa. Mengenai ayat ini telah diamati bahwa:
Karena perkataan ini
adalah figuratif, dan melambangkan kepatuhan yang tidak menyeleweng dari
perintah Illahi, maka demikian pula perintah-perintah selanjutnya, maksudnya
perintah untuk menuliskan kata-kata pada tiang pintu rumah, dan juga pada
gerbang, haruslah dipahami secara rohani, dan penggenapan secara harfiah dari
perintah seperti itu hanya dapat menjadi adat-istiadat yang dapat dipuji atau
menyenangkan hati Allah jika digunakan sebagai cara untuk mematuhi Hukum Allah
secara terus-menerus di depan mata kita. Akan tetapi, pra-konsepsinya sendiri
mencirikan adanya suatu adat-istiadat, yang tidak hanya dipatuhi di
negara-negara pengikut Mohammad di Timur di masa sekarang, tetapi juga
merupakan adat-istiadat yang biasa di Mesir kuno (Keil and Delitzsch, Biblical
Commentary on the Old Testament, jilid III, The Pentateuch (Grand Rapids:
Eerdmans 1949), hal. 324)
Tentu yang diperlukan, adalah pemikiran dan tindakan,
keluarga dan rumah, visi manusia dan karya manusia, kesemuanya dipandang di
sudut pandang Hukum dan Firman Allah. Tetapi itu belum semuanya. Pemenuhan
secara harfiah dari perintah yang berkaitan dengan tanda pada tangan dan pada
pintu rumah (Ulangan 6:8, 9) merupakan sesuatu yang jelas diharuskan,
sebagaimana yang dijelaskan di dalam Bilangan 15:37-41 (lihat juga dalam
Ulangan 11:18-20). Pita biru yang diharuskan tidaklah dapat dihilangkan secara
rohani. Allah menuntut agar Ia disembah menurut perkataanNya sendiri (dalam
karya di atas, hal. 21-22).
Ulangan 6:8 diperbarui dengan Ulangan 6:6. Tujuan rohaninya direfleksikan dengan pita-pita tersebut (Bilangan 15:37-41) (lihat juga makalah Pita Biru [273]). Dengan demikian maka elemen-elemen dari hukum Allah merupakan inti daripada prinsip mengenai pendidikan dan kegiatan mental secara utuh yang dipenuhi dengan pelayanan terhadap Allah. Oleh karena itu di dalam Perintah Allah yang pertama terkandung, atau didasarkan pada peraturan-peraturan turunan, yang berkembang dan memperjelas tujuan dan maksudnya (lihat dalam makalah Hukum dan Perintah Allah yang Pertama [253]).
penyembahan di dalam bahasa yang tidak dikenal (1Korintus 14) merupakan suatu pelanggaran terhadap perintah ini, sebagaimana pula penyembahan yang tidak mencakup pernyataan dari firman Allah, ataupun tanpa pendidikan kepada umat mengenai perjanjian di dalam batasan dari firman-hukum perjanjian. (dalam karya di atas, hal.23)
Dengan demikian, berbicara dalam bahasa lidah, baik dalam bahasa manusia atau bahasa roh jahat, baik yang asing maupun yang nyata, atau tidak jelas dan tidak dapat dimengerti atau secara khayal adalah juga sebuah pelanggaran dari prinsip-prinsip di dalam Perintah Allah yang pertama. Pokok ini kemudian mengalir ke dalam prinsip yang ke lima, yang isinya adalah bahwa respon terhadap anugrah adalah mematuhi perintah Allah (lihat Yakobus 1:22-26).
Prinsip Ke Lima:
Anugrah di dalam Hukum Allah
Mungkin inilah prinsip yang paling sering keliru dipahami atau yang secara sengaja dinyatakan dengan keliru. Keseluruhan dari arguman menyangkut Anugrah/Hukum bersumber dari kekeliruan penerapan dari teks Alkitab. Kesalahan ini sudah dinyatakan melalui keseluruhan struktur dari sistem Reformasi (lihat makalah Kekhususan di dalam Hukum Allah [0 96]).
Rushdoony menyatakan
mengenai prinsip anugrah:
Sebuah prinsip ke lima
yang juga diproklamirkan dalam perikop yang sama, yaitu dalam Ulangan 6:20-25,
adalah bahwa, dalam pendidikan yang disyaratkan ini, haruslah ditekankan bahwa respon terhadap anugrah adalah mematuhi Hukum
Allah. Anak-anak harus diajar bahwa maksud dari Hukum Allah adalah bahwa
Allah menbus Israel dari perbudakan, dan “agar Ia dapat menjaga hidup kita,”
“maka Ia untuk melakukan segala ketetapan itu dan untuk takut akan TUHAN, Allah
kita, supaya senantiasa baik keadaan kita dan supaya Ia membiarkan kita hidup,
seperti sekarang ini” (6:24). Tak ada pembenaran untuk mengesampingkan hal ini
yang dapat ditemukan dalam Perjanjian Lama ataupun Baru. Setiap kali gereja
dalam Perjanjian Lama ataupun Baru membuat pengartian yang menyimpang terhadap
Hukum Allah, pengartian itu diserang oleh para nabi dan rasul, tetapi tidak
pernah Hukum Allah itu sendiri. Karena Allah itu esa, anugrah dan HukumNya
mempunyai satu maksud dan tujuan. Perikop ini menguraikan dengan gamblang
tentang prioritas Allah dalam anugrah pemilihannya dalam panggilan dan
penebusan umat pilihanNya. Hubungan dengan Israel adalah hubungan anugrah, dan
Hukum Allah diberikan dengan tujuan untuk memberi umat Allah respon yang
seharusnya dan yang perlu terhadap anugrah, dan manifestasi dari anugrah:
kepatuhan terhadap Hukum Allah (dalam karya di atas, hal. 23).
Dengan demikian Hukum
Allah tidak berubah dan dipatuhi oleh umat Kristen. Hukum ini dibela oleh para
nabi dan rasul. Jika seorang yang mengaku diri Kristen tidak berbicara sesuai
dengan Hukum Allah dan Kesaksian, maka tak ada terang di dalamnya (Yesaya
8:20).
Prinsip Ke Enam:
Takut akan Allah dan Kecemburuan Allah
Dalam Keluaran 6:10-15,
pokok pemikiran yang lain dinyatakan dalam kaitannya dengan implikasi dari Shema Israel:
10Maka apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa
engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu,
yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepadamu--kota-kota yang
besar dan baik, yang tidak kaudirikan; 11rumah-rumah, penuh berisi
berbagai-bagai barang baik, yang tidak kauisi; sumur-sumur yang tidak kaugali;
kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun, yang tidak kautanami--dan apabila
engkau sudah makan dan menjadi kenyang, 12maka berhati-hatilah,
supaya jangan engkau melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah
Mesir, dari rumah perbudakan. 13Engkau harus takut akan TUHAN,
Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau
bersumpah. 14Janganlah kamu mengikuti allah lain, dari antara allah
bangsa-bangsa sekelilingmu, 15sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah
yang cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu,
terhadap engkau, sehingga Ia memunahkan engkau dari muka bumi. (Teks Masoret dari
Masyarakat Penerbitan Yahudi di Amerika [Masoretic Text of the Jewish
Publication Society of America], selanjutnya disebut MTV).
Disini, prinsip yang ke enam dari Perintah Allah yang pertama adalah takut akan Tuhan atau bahwa kecemburuan Allah bergantung pada perspektif dari mana aktivitas tersebut dipandang. Pokok utamanya adalah bahwa tak ada tatanan hukum yang lain kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah. Oleh karena itu Kristus tak mungkin dapat meninggalkan hukum Allah karena Ia sesungguhnya merupakan gambaran dari Allah yang tidak kelihatan dan, karenanya, dengan memiliki Roh Kudus yang turut dalam dirinya yang illahi dan tidak dapat mengeluarkan instruksi lain kecuali instruksi yang telah diberikan kepadaNya yang berasal dari hakikat Allah melalui Roh Kudus. Rushdoony menyatakan:
Jadi prinsip yang ke enam
adalah kecemburuan Allah. Ini
merupakan fakta yang teramat-sangat penting. Umat pilihan diperingatkan,
sementara mereka menduduki dan mengambil alih tanah yang kaya yang bukan hasil
kerja mereka, agar tidak melupakan Allah, yang membebaskan dan memberi mereka
kemakmuran. Melihat kekayaan yang datang dari kebudayaan yang memusuhi Allah,
umat perjanjian Allah akan digodai agar melihat cara lain memperoleh sukses dan
kemakmuran di luar allah. Godaan itu adalah untuk “pergi mencari allah lain …
allah dari rakyat di sekeliling tempat itu.” Ini adalah sama degnan mempercayai
bahwa ada hukum-ketertiban yang lain di luar tatanan Allah; ini adalah
melupakan bahwa sukses dan kehancuran dari kaum Kanaan adalah sama-sama hasil
karya Allah. Hal ini memancing murka dan cemburu Allah. Fakta bahwa kecemburuan
terus dikaitkan dengan Hukum Allah, dan diterapkan Allah dengan pemberian
HukumNya, merupakan hal penting dalam memahami Hukum Allah. Hukum Allah
bukanlah hukum yang buta, tak berperasaan, dan bekerja secara mekanis … Tetapi
Allah yang cemburu mencegah kemenangan baik orang Kanaan atau Israel dan gereja
yang meninggalkan iman mereka. Tanpa Allah yang cemburu dan berkepribadian, tak
mungkin akan ada keadilan (dalam karya di atas, hal. 24-25).
Berkat yang terdapat di dalam Perjanjian Israel dicurahkan kepada bangsa Isreal melalui hak kelahiran dan dimiliki oleh setiap individu di dalam bangsa itu yang setia terhadap iman percayanya. Merupakan fakta dari abad ke lima belas bahwa mungkin setengah dari negara Inggris secara diam-diam adalah Unitaris di sepanjang proses Reformasi gereja dan memang Allah Bapa dipersamakan oleh banyak orang di dalam struktur trinitaris menurut istilah-istilah Unitaris. Karena alasan inilah maka Allah telah melindungi Israel yang dipilihNya sekalipun terjadi banyak tekanan terhadap kebenaran teologis di banyak bidang.
Prinsip Ke Tujuh:
Jangan Mencobai Allah
Prinsip yang ke tujuh, yang mengalir
sebagai kelanjutan dari Shema adalah
menyangkut hal mencobai Allah. Ini merupakan sesuatu yang berbeda dari konsep
mengenai mencobai Allah yang pernah
diucapkanNya secara spesifik dalam hal-hal yang berkaitan dengan perpuluhan
(Maleakhi 3:10). Perpuluhan merupakan sesuatu yang secara spesifik berhubungan
dengan perintah yang pertama dan, sekalipun diuraikan secara terpisah sebagai
sebuah doktrin, ditentukan oleh penyembahan terhadap satu Allah yang sejati.
Perpuluhan di dalam sistem yang menyimpang adalah tidak beda dengan menyembah allah
yang palsu dan merupakan pelanggaran terhadap perintah yang pertama (lihat juga
di dalam makalah Perpuluhan [161]).
Prinsip ke tujuh yang merupakan kelanjutan dari Shema Israel dinyatakan dalam Ulangan 6:16-19:
16Janganlah
kamu mencobai TUHAN, Allahmu, seperti kamu mencobai
Dia di Masa. 17Haruslah kamu berpegang pada perintah, peringatan dan
ketetapan TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; 18haruslah
engkau melakukan apa yang benar dan baik di mata TUHAN, supaya baik keadaanmu
dan engkau memasuki dan menduduki negeri yang baik, yang dijanjikan TUHAN
dengan sumpah kepada nenek moyangmu, 19dengan mengusir semua musuhmu
dari hadapanmu, seperti yang difirmankan TUHAN. (MTV)
Inilah yang dibuat Iblis
sebagai godaan bagi Yesus agar Ia lakukan: untuk mencobai Allah, untuk menguji
Allah. Israel mencobai Allah di Massah dengan mengajukan pertanyaan, “Adakah
TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?” (Keluaran 17:7)
Penyembahan terhadap
Yehova tidak hanya harus bersih dari segala bentuk berhala, yang tidak akan
diterima oleh Allah yang cemburu (lihat Keluaran xx.5), tetapi yang juga akan
Ia hukum dengan pemusnahan dari muka bumi (“permukaan tanah,” seperti dalam
Keluaran xxxii.12): tetapi juga harus bersih dari pencobaan terhadap Allah
dalam bentuk keluhan negatif orang percaya kepada Allah, jika Ia tidak dengan
segera menyingkirkan tekanan yang mereka hadapi, yang disebabkan karena mereka
telah berdosa di Masa, yaitu di Refidim (Keluaran xvii. 1-7) Keil dan
Delitzsch, dalam karya tersebut di atas, III. 325 dst.).
Dengan demikian prinsip
yang ke tujuh ini melarang pengujian
dengan tidak percaya terhadap Allah: hukum Allah merupakan ujian bagi manusia;
oleh karenanya, manusia tidak dapat menganggap dirinya allah dan menempatkan
Allah dan hukum-firmanNya ke dalam pengujian. Tindakan seperti itu
merupakan keangkuhan luar biasa dan penghujatan; merupakan kebalikan dari
kepatuhan, karena tindakan itu merupakan inti dari ketidak-patuhan terhadap
hukum Allah. Karena itu, hal ini di-lawan-padankan dengan kepatuhan yang
sungguh terhadap Hukum Allah. Kepatuhan ini merupakan prasyarat dari berkat:
merupakan dasar dari penaklukan dan kepemilikan, dalam pengertian sebagai
prasyarat perjanjian dengan umat Allah, umat HukumNya, untuk masuk ke dalam
warisan mereka (dalam karya di atas, hal. 26-27).
Dengan demikian maka perintah yang pertama merupakan sentra dari iman dan adalah pada perintah yang pertama ini bergantung kesemua perintah dan ketentuan yang lainnya. Yakobus dapat mengemukakan keseluruhan argumen ini hingga mencapai konklusi akhirnya bahwa pelanggaran terhadap satu perintah adalah sama dengan melanggar keseluruhan perintah yang lain. Karena itu, hal ini dapat diluaskan hingga pada taraf bahwa menghormati manusia merupakan pelanggaran secara langsung terhadap hukum Allah. Hal perlunya perbuatan di dalam iman di bawah naungan Hukum Allah merupakan inti dari seluruh isi surat Yakobus. Hal ini dikesampingkan oleh para ahli teologi karena berita berikut ini.
Yakobus 2:1-26 1Saudara-saudaraku, sebagai orang yang
beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu
amalkan dengan memandang muka. 2Sebab, jika ada seorang masuk ke
dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga
seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, 3dan kamu
menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya:
"Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!", sedang kepada orang
yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau:
"Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!", 4bukankah
kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan
pikiran yang jahat? 5Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang
kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia
ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah
dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia? 6Tetapi kamu
telah menghinakan orang-orang miskin. Bukankah justru orang-orang kaya yang
menindas kamu dan yang menyeret kamu ke pengadilan? 7Bukankah mereka
yang menghujat Nama yang mulia, yang oleh-Nya kamu menjadi milik Allah? 8Akan
tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci:
"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat
baik. 9Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan
oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran. 10Sebab
barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari
padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. 11Sebab Ia yang
mengatakan: "Jangan berzinah", Ia mengatakan juga: "Jangan
membunuh". Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu
menjadi pelanggar hukum juga. 12Berkatalah dan berlakulah seperti
orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang. 13Sebab
penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak
berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman. 14Apakah
gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman,
padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? 15Jika
seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan
sehari-hari, 16dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat
jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia
tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? 17Demikian
juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu
pada hakekatnya adalah mati. 18Tetapi mungkin ada orang berkata:
"Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia:
"Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan
menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." 19Engkau
percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga
percaya akan hal itu dan mereka gemetar. 20Hai manusia yang bebal,
maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang
kosong? 21Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena
perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas
mezbah? 22Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan
perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. 23Dengan
jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: "Lalu percayalah Abraham
kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai
kebenaran." Karena itu Abraham disebut: "Sahabat Allah." 24Jadi
kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan
hanya karena iman. 25Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu,
dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang
yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan
yang lain? 26Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian
jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.
(KJV)
Perintah utama yang ke dua menyangkut Kasih terhadap Sesama adalah juga didasarkan pada kepatuhan terhadap Hukum Allah. Dengan demikian, keseluruhan inti dari ajaran Yesus Kristus adalah didasarkan pada hukum Allah. Inilah yang disebut sebagai hukum kebebasan yang sempurna (Yakobus 1:25). Hormat terhadap sesama merupakan sebuah dosa dan sebuah pelanggaran terhadap hukum dan kehendak Allah (Yakobus 2:9) sama tegasnya dengan kesalahan penyembahan berhala dan sihir (lihat di dalam makalah Perintah Utama yang Ke Dua [257]).
Iblis mempunyai rasa hormat di dalam tuduhannya terhadap saudara seiman dan kemanusiaan. Dengan demikian kegiatan dari para setan diawali dengan sebuah pelanggaran terhadap Perintah Allah yang pertama dan berlanjut hingga menjadi pelanggaran terhadap keseluruhan Hukum Allah. Mereka yang melanggar atau mengabaikan Hukum Allah dan mengajar orang lain untuk melakukan hal yang sama sesungguhnya telah berdosa dan melakukan pekerjaan untuk Iblis. Oleh karena alasan inilah maka mereka dianggap sebagai yang terkecil di dalam Kerajaan Allah (Matius 5:17-20).
Matius 5:17-20 17"Janganlah
kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan
hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya,
melainkan untuk menggenapinya. 18Karena Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu
titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19Karena
itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang
paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki
tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan
dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat
yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. 20Maka Aku berkata kepadamu:
Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga. (KJV)
Kapasitas untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga didasarkan pada kebangkitan. Kapasitas dari guru-guru palsu ini karenanya telah menurun dan mereka dipindahkan ke dalam kebangkitan yang ke dua dimana mereka dapat diajar kembali. Hanya mereka yang mematuhi perintah-perintah Allah dan kesaksian dari Yesus Kristus yang dapat masuk di dalam kebangkitan yang pertama sebagai orang-orang kudus dengan hak untuk memperoleh pohon kehidupan (Wahyu 12:17; 14:12; 22:14 KJV).
Matius 4:10 10Maka berkatalah Yesus kepadanya:
"Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan,
Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (KJV)
Hanya ada satu Allah yang
sejati, Eloah, dan Yesus Kristus adalah putraNya yang diutusNya bagi kita
(Amsal 30:4-5; Yohanes 17:3; 1Yohanes 5:20). Kristus adalah permulaan dari
penciptaan Allah (Wahyu 3:14) dan setia kepadaNya yang yang menciptakan (SGD
4160 poieo) Dia (Ibrani 3:2). Kata
yang berart menciptakan atau melakukan di sini dianggap sebagai ditunjuk untuk mengaburkan arti tulisan
ini. Kata ini diperdebatkan sebagai menciptakan
dalam Dewan Nicea. Eloah sajalah yang kekal dan tak seorangpun manusia yang
pernah atau akan pernah melihat Dia (Yohanes 1:18; 1Timotius 6:16). Anda tak
boleh mempunyai elohim lain di hadapanNya (Keluaran 20:2-3; Ulangan 5:6-7).
Keluaran 20:2-3 2"Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa
engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. 3Jangan ada
padamu allah lain di hadapan-Ku. (KJV)