Jemaat-jemaat Allah Al Maséhi

[153]

 

 

 

Perintah Allah yang Pertama: Dosa Iblis [153]

(Edisi 2.0 19960227-19991020)

 

Alkitab didasarkan pada kisah penciptaan dan pemberontakan dari penguasa udara dalam saat penciptaan itu. Figur utama dalam pemberontakan itu adalah salah satu anak Allah yang disebut dalam Alkitab dengan banyak nama – yang paling banyak dikenal adalah Iblis (1Tawarikh 21:1; Ayub 1:6; Yunus 13:27; Kisah Para Rasul 5:3; 26:18; Roma 16:20). Iblis dengan dikenal dengan nama-nama lain yang menggambarkan sifatnya dan menunjukkan dosanya.

 

 

 

Christian Churches of God

PO Box 369,  WODEN  ACT 2606,  AUSTRALIA

 

Email: secretary@ccg.org

 

(Hak Cipta ã 1996, 1999 Wade Cox)

(Tr. 2003)

 

Makalah ini dapat diperbanyak dan didistribusikan selama disalin sepenuhnya tanpa perubahan atau pengurangan. Nama dan alamat penerbit serta pernyataan hak cipta harus disertakan. Tidak dikenakan biaya apapun pada penerima dari salinan yang didistribusikan. Kutipan singkat dapat dibuat pada artikel kritik dan ikhtisar tanpa melanggar hak cipta.

 

Makalah ini tersedia di halaman World Wide Web:
http://www.logon.org and http://www.logon.org

 


Perintah Allah yang Pertama: Dosa Iblis [153]

 


Alkitab didasarkan pada kisah penciptaan dan pemberontakan dari penguasa udara dalam saat penciptaan itu. Figur utama dalam pemberontakan itu adalah salah satu anak Allah yang disebut dalam Alkitab dengan banyak nama – yang paling banyak dikenal adalah Iblis (1Tawarikh 21:1; Ayub 1:6; Yunus 13:27; Kisah Para Rasul 5:3; 26:18; Roma 16:20). Iblis dengan dikenal dengan nama-nama lain yang menggambarkan sifatnya dan menunjukkan dosanya.

 

Nama Iblis [Setan] adalah kata bahasa Ibrani (SHD 7854 sawtawn) yang diambil dari kata bahasa Ibrani lainnya (SHD 7853 sawtan) yang akar kata utamanya berarti menyerang, juga menuduh. Dengan demikian, artinya adalah sesuatu yang bermusuhan. Kata ini, terutama jika disertai dengan predikat, mengunjuk pada Sang Musuh, Iblis, lawan utama dari kebaikan. Kata ini mempunyai arti bermusuhan atau bertahan. Karena itu konotasinya adalah pemberontakan. Perjanjian Baru menggunakan kata Satanas (SGD 4567) yang merupakan terjemahan dari sebuah kata yang berasal dari bahasa Kasdim yang sama artinya dengan kata Setan dalam bahasa Ibrani (SHD 7854; dan muncul sebagai SGD 4566). Ini artinya sang penuduh. Oleh karena itu tak terbantah lagi bahwa kerangka teologi referensis dalam Perjanjian Baru didasarkan pada struktur Ibrani/Aram.

 

Iblis dikenal dengan nama lain yang menggambarkan sifatnya dan menunjukkan dosanya.

 

Ia disebut Azazel pada buku-buku Ibrani, baik yang alkitabiah maupun tidak alkitabiah. Kambing Azazel muncul dalam Imamat 16:10 dan artinya adalah penghapusan secara total.

Imamat 16:5-10 5Dari umat Israel ia harus mengambil dua ekor kambing jantan untuk korban penghapus dosa dan seekor domba jantan untuk korban bakaran. 6Kemudian Harun harus mempersembahkan lembu jantan yang akan menjadi korban penghapus dosa baginya sendiri dan dengan demikian mengadakan pendamaian baginya dan bagi keluarganya. 7Ia harus mengambil kedua ekor kambing jantan itu dan menempatkannya di hadapan TUHAN di depan pintu Kemah Pertemuan, 8dan harus membuang undi atas kedua kambing jantan itu, sebuah undi bagi TUHAN dan sebuah bagi Azazel. 9Lalu Harun harus mempersembahkan kambing jantan yang kena undi bagi TUHAN itu dan mengolahnya sebagai korban penghapus dosa. 10Tetapi kambing jantan yang kena undi bagi Azazel haruslah ditempatkan hidup-hidup di hadapan TUHAN untuk mengadakan pendamaian, lalu dilepaskan bagi Azazel ke padang gurun. (KJV)

Disini perbedaannya adalah pada kedua kambing. Satu adalah untuk Yehova dan yang lainnya adalah yang disini disebut sebagai kambing penghapus dosa (“kambing hitam” dalam dialektika Indonesia). Istilah yang dimaksud dengan kambing penghapus dosa (scapegoat) diterjemahkan menjadi penghapusan total oleh Green (Alkitab Interlinear). Kata ‘aza’zel atau SHD 5799 dibentuk dari dua kata bahasa Ibrani, yang pertama adalah SHD 235 ‘azal yang berarti pergi atau menghilang. Maksudnya adalah menjadi gagal, mengambang atau pergi kesana-kemari. Akan tetapi, dalam Yehezkiel 27:19 kata ini diartikan oleh banyak orang sebagai kata yang berasal dari kata dari Uzal dan oleh yang lain lagi sebagai serabut (lihat catatan Strong). Kata ke dua adalah éz SHD 5795 yang artinya kambing betina, tetapi menjadi jantan dalam bentuk majemuk. Kata ini sendiri merupakan turunan dari ‘azaz SHD 5810 yang akar katanya berarti menjadi gemuk. Secara harfiah ataupun pelambangan kata ini berarti menjadi keras, menjadi tidak banyak bicara, unggul atau menguatkan diri atau menjadi kuat.) Kata ini diambil menjadi SHD 5811 yang berarti kuat. Kata ini dikembangkan menjadi SHD 5811 yang berarti kuat. Azazjahuw (SHD 5812) berarti secara harfiah Yah telah menguatkan. Karena itu Azazel dapat diartikan secara harfiah menjadi El telah menguatkan. Penggunaan nama-nama El untuk malaikat yang jatuh tidak dapat dibantah. The Ethiopic Book of Enoch (Buku Etiopia mengenai Henokh) menunjukkan bahwa ada dua-ratus malaikat yang turun ke dunia pada saat pemberontakan. Pasal 6:1 dan seterusnya menunjukkan bahwa mereka berhubungan seksual dengan manusia wanita dan berusaha menghasilkan keturunan (The Ethiopic Book of Enoch, jilid 2, hal. 67 dst. Karya M. A. Knibb). Pemimpinnya ditulis disini bernama Semyaza (bahasa Aram; Shemyahzah) yang jelas berarti namaku telah dikenal atau ia mengenal nama itu. Angan (atau kesan) untuk mempertunjukkan nama yang mungkin mempunyai arti untuk menguasai nama itu dan dengan demikian meninggikan tingkatannya.

 

Lima-belas dari dua-puluh anak-anak Allah yang berkedudukan tertinggi dikenal mempunyai nama El. Dari tatanan yang ada, mereka nampaknya diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok sepuluh orang di bawah satu malaikat senior. Mereka dianggap turun ke Ardis, puncak dari Gunung Hermon (lihat Knibb, hal. 68). Masing-masing pemimpin ke sepuluh adalah Asael yang berarti Allah telah membuat.

 

Knibb menyatakan bahwa istilah Azazel, yang muncul dalam Pasal 8:1 (dalam karya tsb. di atas, hal. 79), merupakan penyebutan yang keliru dari Asael dalam catatan aslinya. Pengertiannya adalah bahwa Allah telah menciptakan menjadi Allah telah menguatkan (atau mengeraskan). Ini adalah suatu anggapan.

 

Dari letakknya dalam tulisan, adalah juga mungkin bahwa Semyaza dianggap diberi nama Azazel karena Azazel muncul sebagai orang yang mengajar manusia untuk membuat pedang dsb., dengan demikian, perang, dan pembuatan perhiasan dan kosmetik. Dan duniapun berubah (dalam karya di atas, hal. 81). Bagaimanapun, Azazel dikaitkan dengan pewahyuan rahasia kekal yang disimpan di surga dan Semyaza telah membuka rahasia, (ia) yang telah engkau beri otoritas untuk memerintah atas mereka yang bersamanya (9.7, dalam karya di atas). Azazel dan Semyaza disebut dalam lingkup yang sama. Kemungkinan mereka adalah dua entitas yang bekerja sama, atau juga mungkin, dua nama dari satu entitas. Nama-nama tersebut mengimplikasikan dua aspek. Semyaza berarti ia melihat nama itu dalam pengertian bahwa Allah telah mendelegasikan namaNya dan otoritasNya kepada dia sebagai seorang pemimpin, sebagaimana yang kemudian Allah perbuat pada Yehova Elohim bangsa Israel (Keluaran 32:8 RSV, LXX, DSS; Mazmur 45:6-7; Zakharia 12:8; Ibrani 1:8). Nama ini kemudian dihapus dan Semyaza/Azazel diikat dalam tempat perhentian hingga saat penghakiman. Henokh dipandang oleh tulisan ini sebagai juru tulis atau utusan yang mengutuk Azazel dan ia berbicara kepadanya. Ini nampaknya menegaskan bahwa Semyaza dan Azazel adalah mungkin dua nama untuk satu entitas. Azazel ditahan di lubang tak berdasar dalam Buku Etiopia tentang Henokh. Alkitab mengidentifikasikan Iblis sebagai makhluk ini.

 

Implikasi bahwa dunia telah berubah melalui pengajaran malaikat-malaikat atau putra-putra Allah (dalam karya di atas). Kaum Nefilim juga dipahami sebagai manusia raksasa yang merupakan keturunan malaikat dan manusia (Bab 14 – 22, hal. 95-112). Dari tulisan ini juga didapat pemahaman bahwa di masa sesudahnya misteri ini diberitahukan kepada manusia oleh malaikat Asradel. Tulisan itu menyebut empat penghulu besar malaikat yaitu Mikhael, Uriel, Rafael dan Gabriel (9.1; hal. 84).

 

Nama Abaddon dalam Wahyu 9:11 berasal dari bahasa Ibrani dan mengunjuk pada malaikat penghancur. Kata ini nampaknya mengunjuk pada Iblis sebagai Malaikat Lubang yang Tak Berdasar. Apollyon (SGD 623) adalah bagian dari SGD 622 appollumi (dari SGD 575 dan kata dasar 3639) untuk menghancurkan sama-sekali dan dengan demikian untuk menjadi musnah atau menjadi kalah, dengan demikian dihancurkan, tewas, kalah, lumpuh, atau musnah. Apollyon karenanya berarti sang penhancur dan karenanya berarti Iblis (Wahyu 9:11). Nama yang lainnya adalah Katelogos dari kata yang berarti jatuh atau menentang, distribusi atau intensitas dan logos perkataan, yang menjadi penuduh (saudara-saudara) (Wahyu 12:10); juga berarti musuh (1Petrus 5:8). Konotasinya disini adalah bahwa Iblis menuduh Allah telah membuat kesalahan dengan menciptakan manusia. Karena itu, Ia tidaklah maha tahu. Ini merupakan aspek utama dari dosa-dosa Iblis.

 

Nama yang lain adalah Beelzebul (Matius 12:24; Markus 3:32; Lukas 11:15). Nama ini (SGD 954; Beelzeboul) berasal dari bahasa Kasdim yang merupakan parodi dari SHD 1176 Ba’al Zebuwb, illah Ekron (dari 1168 dan 2070) dimana Baal berarti Illah dan Zebuwb berarti lalat dari jenis yang menyengat. Karena itu kata dalam tulisan bahasa Yunaninya adalah bahasa Aram yang merupakan sebuah parodiyang berarti  allah kotoran dan, karena itu, adalah Iblis (lihat Strong).

 

Istilah lain adalah Belial (SGD 955) (2Korintus 6:15) yang berasal dari bahasa Ibrani (SHD 1100) dan berarti ketidak-berhargaan, dan karena itu digunakan untuk menyebut Iblis.

 

Istilah setan (devil) diambil dari kata diabolos (SGD 1228) dan juga digunakan untuk menamakan Iblis (Matius 4:1; 13:39; Lukas 4:2, 6; Wahyu 20:2).

 

Diabolos merupakan turunan dari SGD 1225 diabollo yang berarti menuduh atau mendakwa. Karena itu ini merupakan sebuah kata kerja dari tuduhan palsu, yang merupakan sifat dari Iblis, yang telah diubah menjadi kata kerja. Keadaan dari sang pemberi tuduhan palsu merupakan obyek yang dihancurkan dalam lautan api. Bukanlah makhluknya yang telah dihancurkan.

 

Istilah yang lain adalah musuh (Matius 13:39) (SGD 2190 echthros) yang berasal dari akar kata echtho; membenci (Strong, dalam karya di atas) dan berarti kebencian atau kegeraman atau bermusuhan dan karena itu menjadi musuh atau lawan terutama digunakan untuk menyebut Iblis. Disini kata ini dirangkai dengan diabolos.

 

Iblis juga disebut sebagai roh jahat (1Samuel 16:14) dan roh pendusta (1Raja-raja 22:22). Ia adalah Bapa segala Dusta (Yohanes 8:44).

Oleh sebagian kaum Trinitarian, Iblis dianggap juga disebut secara eufemistis sebagai Pintu Neraka (Matius 16:18). Akan tetapi, Pintu Maut adalah pengertian dari tulisan ini, yang berarti bahwa gereja lolos dari aniaya.

 

Wahyu menyebutnya sebagai Nama Merah Padam yang Besar (Wahyu 12:3). Istilah yang juga digunakan adalah Ular Tua (Wahyu 12:9; 20:2). Ia juga adalah ular (Kejadian 3:4, 14; 2Korintus 11:3).

 

Yohanes 8:44 mengkelaskan dia sebagai pembunuh karena, melalui ajaran palsu dan dusta, manusia tewas karena dosa.

 

Kuasa kegelapan juga diterapkan padanya dalam Kolose 1:13. Ia adalah pangeran dari dunia ini (Yohanes 12:31; 14:30; 16:11). Matius 12:23 menyebutnya sebagai penghulu setan. Ia adalah juga penguasa kerajaan angkasa (Efesus 2:2), dan penghulu dunia yang gelap ini (Efesus 6:12).

 

Dari sebutan-sebutan ini, ia adalah roh yang bekerja di dalam anak-anak yang membangkang (Efesus 2:2). Ia adalah sang penggoda (Matius 4:3; 1Tesalonika 3:5) melalui kuasa-kuasa tersebut.

 

Karena itu ia adalah penguasa dunia ini (2Korintus 4:4) dan roh kekotoran (Matius 12:43) dan si jahat (Matius 13:19, 38).

 

Dari istilah-istilah tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa ia memberontak terhadap keberadaan Allah. Ia adalah penjaga yang diurapi atau kerubim yang melingkupi sebagaimana kita lihat dalam Yehezkiel 28:14. Ia ditempatkan di gunung Allah. Ia adalah sempurna dari saat penciptaannya hingga pelanggaran ditemukan dalam dirinya (Yehezkiel 28:15). Ia berusaha naik melebihi bintang-bintang atau putra-putra Allah dan untuk menjadi seperti Yang Maha Tinggi (Yesaya 14:12-14). Karena itu dosanya terletak pada usaha untuk membuat dirinya sendiri sama seperti Yang Maha Tinggi dan berusaha agar putra-putra Allah yang lain memberontak terhadap Allah yang Maha Tinggi dan mengikutinya dalam perbuatannya yang bertentangan dengan keberadaan Allah yang telah dianugrahkan kepada putra-putra Allah melalui Roh Kudus (lihat makalah Roh Kudus [117] dan Kosubstansialitas dengan Allah Bapa [081]).

 

Secara sekilas, dosanya adalah pelanggaran terhadap Perintah Allah yang Pertama. Perintah itu adalah:

Keluaran 20:1-3 1Lalu Allah mengucapkan segala firman ini: 2"Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. 3Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. (KJV)

Kalimatnya adalah jangan ada allah lain di hadapanKu. Kata allah disitu berbentuk jamak, dipahami sebagai dewan tua-tua (Wahyu 4:1 hingga 5:14), atau allah-allah keadilan, yang juga mencakup Iblis dan malaikat-malaikat yang jatuh pada saat pertama. Pembatasan Allah Bapa dalam penyembahan kepada Eloah dan bukan kepada elohim yang lain merupakan inti daripada iman Kristen. Ini merupakan inti dari Perjanjian Israel. Iblis melanggar hubungan ini baik secara rohani maupun secara fisik.

 

Allah mengatur pemulihan perjanjian ini dengan melakukannya melalui penghulu (Host) lain yang setia. Malaikat Perjanjian ini adalah juga salah satu elohim (Zakharia 12:8). Ia ditempatkan sebagai kepada Israel (Ulangan 32:8; Zakharia 12:8).

 

Hal paling mendasar dalam perjanjian antara Allah dan umatNya bahkan juga dipahami oleh mereka yang tidak memahami keberadaan pelanggaran Iblis terhadap Perintah Allah yang Pertama. Contohnya adalah dari R.J. Rushdoony, yang adalah seorang Trinitaris.

 

Pemulihan dari hubungan perjanjian merupakan karya dari Kristus Yesus, anugerahNya bagi umatNya yang terpilih. Pemenuhan dari perjanjian ini merupakan tugas utama mereka: untuk menundukkan segala sesuatu dan semua bangsa pada Kristus dan firman-hukum Kristus [Allah] (The Institutes of Biblical Law karya R.J. Rushdoony, The Presbyterian Publishing Company, USA, 1973, hal. 14).

Dosa utama Iblis adalah meninggikan dirinya sendiri dan, melalui dia, putra-putra Allah yang lain untuk mencapai kehendak dan kedudukan yang setara dengan Eloah yang adalah Allah Bapa. Kristus dan penghuni Surga yang setia tidak melakukan pelanggaran ini.

 

Shema memuat pendirian dasar berikut ini.

Ulangan 6:4 4Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! (KJV)

Teks ini telah digunakan oleh Kaum Trinitari dan Binitari, untuk berusaha menimbulkan kesan sebuah kesatuan pada diri elohim, dalam arti bahwa Allah Bapa dan Yesus Kristus adalah satu elohim. Akan tetapi, ini merupakan sesuatu yang keliru. Ketunggalan dari Eloah merupakan sesuatu yang absolut dan di dalamnya tidak tercakup sang putra yang dipilih sebagai Mesias sebagaimana dinyatakan dalam Amsal 30:4-5. Sesungguhnyalah ketunggalan tersebut tidak menyertakan putra-putra Allah, yang sedari dulu memang banyak jumlahnya (Ayub 1:6; 2:1; 38:4-7).

 

Teks dasarnya adalah Shema Yishrael Yahovah Elohenu Yahovah Ehad.

 

Asumsi dasar yang dibuat oleh Kaum Trinitari (dan dikacaukan oleh yang menyatakan diri sebagai Kaum Binitari) adalah bahwa istilah Elohenu mempunyai kaitan dengan elohim. Elohenu merupakan kata turunan dari Eloah dan merupakan kata tunggal, sebagaimana Eloah merupakan kata tunggal. Elohim merupakan kata jamak dan merupakan kata dasar dari istilah ini. Eloah merupakan sumber dari kedua istilah tersebut.

 

Kristus sendiri mengutip Ulangan 6:5 sebagai perintah yang pertama dan yang utama (Matius 22:37; Markus 12:30; Lukas 10:27) dan merupakan prinsip yang paling utama dan paling mendasar dari Hukum Allah. Dengan demikian Iblis melanggar peraturan ini sementara Kristus tidak melanggarnya. Inilah yang menjadi perbedaan utama diantara keduanya.

 

Konsep bahwa elohim adalah satu merupakan hal yang berada di bawah tatanan dan kehendak dari Eloah yang adalah satu-satunya Allah yang tunggal dan sejati (Yohanes 17:3; 1Yohanes 5:20). Yesus Kristus bukanlah satu-satunya Allah dan dengan demikian teks ini tidak dapat merupakan rujukan untuk sang Mesias, tetapi hanya untuk Allah Bapa saja. Kaum Trinitari dan, hingga taraf tertentu, kaum Binitari dengan demikian telah melanggar perintah yang pertama.

 

Prinsip Pertama: Hanya Satu Allah Yang Sejati

Rushdoony melihat bahwa prinsip yang pertama dari Shema adalah bahwa Israel tidak dapat mengakui illah lain atau elohim yang lain. Oleh karena itulah hanya ada satu Allah, satu Hukum Allah (dalam karya di atas, hal. 18). Ini merupakan deklarasi dari sebuah tatanan moral yang absolut yang harus dipatuhi oleh setiap manusia.

Jika Israel tidak dapat mengakui illah lain dan tatanan hukum dan peraturan yang lain, maka Israel juga tidak dapat mengakui agama ataupun tatanan hukum dan peraturan yang lain sebagai sesuatu yang sah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi siapapun juga. Karena Allah adalah satu, maka kebenaranpun hanya satu. Orang lain akan musnah dalam perbuatan mereka, kecuali jika mereka mau berpaling dan berubah pendirian (Mazmur 2:12). Pemberlakuan keharusan hanya dimiliki oleh Allah sendiri saja (Rushdoony, hal. 18).

Disini Allah adalah satu dan kebenaran hanya satu. Kebenaran hanya satu karena, sebagaimana hakikat dari kebaikan, kebaikan itu bersumber dari ke-maha-kuasaan dan ke-maha-tahuan Allah. Ke-maha-tahuan dipahami sebagai pengetahuan atas segala kebenaran sejati, sehingga dengan demikian kebenaran merupakan sebuah sentralitas dari kesemua kuasa dari Allah. Oleh karena itu, hanya ada satu kebenaran.

 

Sekalipun pemahaman ini jelas eksistensinya, ketidak-sesuaian dari pendirian ini menyangkut Allah Bapa tidaklah dibahas oleh para cendekia kaum trinitari maupun kaum binitari.

 

Penganut Trinitas seperti Rushdoony melihat bahwa perintah Allah yang pertama merupakan inti daripada Perjanjian Allah dan berusaha untuk mencari titik temu untuk kontradiksi di dalam elevasi Kristus ke tingkatan dan kesetaraan dengan Allah dengan memadukan entitas-entitas yang ada, sekalipun sudah ada bukti yang jelas dari Alkitab. Kesetaraan tidaklah benar karena 1Timotius 6:16 menunjukkan bahwa hanya Allah yang kekal. Allah menganugerahkan kehidupan kekal pada Kristus (Yohanes 5:26).

Yohanes 5:26 26Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri. (KJV)

Dengan demikian Kristus bergantung pada Allah Bapa untuk kehidupan kekal. Karenanya Kristus tidak dapat setara dalam kekekalan dengan Allah Bapa sebelum permulaan dari penciptaan. Hanya Allah berdiri seorang diri, secara kekal, sebelum permulaan jaman. Oleh karena itu, Kristus bukanlah Allah yang sejati dalam pengertian yang sama bahwa Allah Bapa adalah satu-satunya Allah yang sejati. Kristus memiliki kemuliaan sebagai satu-satunya putra (uios) yang dilahirkan dan sebagai allah (theos atau elohim) (Yohanes 17:3; 1Yohanes 5:20; Yohanes 1:14, 18; lihat Greek-English Interlinear karya Marshall).

 

Para penganut Trinitas berusaha untuk menghindari dilema intelektual ini dengan memadukan ketiga sosok dan kemudian menghindari masalah ontologis dengan menggunakan dalih misteri.

 

Pada esensinya, inilah dosa Iblis. Penganut Trinitas dan Binitari berusaha untuk menuduh Kristus dan umat Kristen dengan dosa yang sama dengan yang telah diperbuat Iblis.

 

Penganut Binitari, pada kenyataannya berada pada dilema yang lebih besar dari penganut Trinitas. Dosa Iblis merupakan pelanggaran yang jelas terhadap Perintah Allah yang Pertama. Kaum Binitari menyatakan bahwa Kristus ada dalam kekekalan (Constitution of the United Church of God, an International Association, Revisi 21 Nopember 1995).

 

Takhyul sesat ini menyatakan bahwa umat terpilih akan menjadi pewaris bersama-sama dengan Kristus. Secara logis, posisi tersebut menyiratkan bahwa ada dua Allah yang sejati, yaitu Allah dan Kristus, dan bahwa mereka berdua berada dalam kekekalan. Di dalam pernyataan tersebut secara implisit dinyatakan bahwa Kristus mempunyai eksistensi yang terpisah dari kekuasaan Allah. Pernyataan ini merupakan takhyul yang terkutuk karena melanggar prasyarat logis mengenai ke-maha-kuasa-an Allah dan secara langsung bertentangan dengan Alkitab. Sebagaimana kaum Binitari menyatakan sebuah independensi utuh dan aktual dari dua keberadaan yang terpisah demikianlah mereka menjadi dualis yang logis. Dualisme bertentangan dengan inti dari struktur monoteis Allah dan kuasa Allah. Doktrin ini menyeret ke dalam pernyataan yang menghujat bahwa Allah dan Kristus pernah saling berdiskusi mengenai siapa diantara Mereka yang akan turun ke dunia untuk dikurbankan. Pernyataan ini sebenarnya pernah dinyatakan secara terbuka oleh seorang penginjil Amerika dalam sebuah rangkaian kebaktian, (yaitu di Canberra, Australia, di saat perayaan Tabernakel tahun 1990), sebagai sebuah probabilitas teologis. Penghujatan ini amat bertentangan dengan perintah Allah yang pertama. Lihat juga komentar pada halaman 6 dalam edisi Maret-April 1989 dari majalah The Good News.

 

Pengakuan terhadap Allah sejati yang ke dua yang ada secara kekal sebelum permulaan dari aktivitas Allah, yang dalam hal ini adalah penciptaan, menempatkan elohim yang lain sebagai pusat penyembahan di luar Eloah. Ini adalah sesuatu yang nyata-nyata tidak diperbolehkan. Pengajaran seperti ini menyatakan adanya Allah lain dan merupakan penyembahan berhala. Pengajaran seperti ini menyangkal hak yang semestinya untuk turut di dalam kebangkitan yang pertama (Wahyu 20:1-6) dan merupakan penyembahan berhala.

 

Prinsip Ke Dua: Allah yang Tdak Berubah dan Hukum Allah

Rushdoony mengemukakan beberapa premis subsider yang penting, yang bersifat fundamental terhadap perintah Allah yang pertama, sekalipun masalahnya dengan Trinitas. Premis yang lain itu adalah:

 

2. Allah yang absolut dan tidak berubah berarti bahwa hukum Allah adalah juga sesuatu yang absolut dan tidak berubah. Alternatif yang tersedia bagi hukum Allah bukanlah anugerah, melainkan ketiadaan hukum (dalam karya di atas, hal. 20). Dengan menyatakan bahwa hukum Allah adalah sesuatu yang diperuntukkan bagi bangsa Israel tetapi tidak berlaku bagi umat Kristen adalah bukan saja perbuatan mengabaikan hukum Allah tetapi juga mengabaikan Allah yang mengeluarkan hukum itu. Karena hanya ada satu Allah yang sejati, dan hukumNya adalah merupakan ekspresi dari sifatNya yang tidak berubah dan benar, maka mengabaikan hukum alkitabiah dan menggantinya dengan sistem hukum yang lain adalah sama saja dengan mengganti Allah dengan allah lain. Kejatuhan moral dari dunia Kristen merupakan sebuah produk dari proses penggantian Allah dengan allah lain yang sedang berlangsung (dalam karya di atas, hal. 20).

 

Prinsip ke 2 mempunyai beberapa sub-elemen.

2.1 adalah bahwa keberadaan Allah yang tidak berubah berarti bahwa Hukum Allah adalah juga tidak berubah. Ini merupakan sesuatu yang esensiil, karena Hukum Allah harus dimulai dengan sebuah premis, selain daripada fakta bahwa Allah menerbitkan perintah itu sebagai suatu yang tidak disengaja atau sekedar untuk pemberi kesan belaka. Satu-satunya dasar untuk diterbitkannya Perintah Allah tersebut adalah bahwa Perintah Allah itu bersumber dari hakikat Allah dan Ia tidak dapat menerbitkan sistem yang lain daripada itu.

 

2.2 karenanya dikembangkan dari premis ini. Oleh sebab itu anugrah tidak dapat menjadi sebuah alternatif terhadap Hukum Allah. Anugrah harus menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem tersebut dan sebagai sebuah alat untuk mencapai kesempurnaan dalam sistem itu. Alternatif dari Hukum Allah adalah tidak adanya hukum. Ini diistilahkan dengan anti-nomianisme, dari nomos atau Hukum. Pada dasarnya konsep ini berasal dari doktrin Gnostis yang bersumber pada Gnostisisme Aleksandria dan yang telah dikembangkan baik oleh bangsa Romawi dan bangsa Yunani di dalam eksposisi teologis mereka mengenai Kekristenan. Pertama-tama konsep tersebut menyerang Yudaisme dan sesudah itu Kekristenan. Henry A. Green (The Economic and Social Origins of Gnosticism, SBL, Disertasi Seri ke 77, Scholars Press, Atlanta, Georgia, 1985) menyatakan di dalam karyanya:

Bagi mayoritas kaum Gnostik yang ajarannya berasal dari kisah Yahudi mengenai penciptaan, anti-nomianisme pada faktanya berlawanan dengan Hukum Musa, hukum kosmis. Semua hukum menjadi identik dengan nasib kosmis yang opresif. Moralitas Pneumatis, yagn ditentukan dengan sikap permusuhan terhadap dunia, mengkonsentrasikan diri pada upaya membebaskan kaum Gnostik dari Hukum Musa dan morealitas Yahudi.

… Penafsiran alegoris dari Hukum Musa atau penolakan terhadapnya baik secara sebagian atau seluruhnya dapat dengan mudah menyeret ke dalam karakteristik gerakan heterodox yang menjadi respon para pemberontak. Mengekspresikan sudut-pandang dari kaum Yahudi yang anomis dan telah diputus hubugnannya, etika dan perilaku Yunani dapat mengemuka dengan terbuka, terlepas dari Allah Yahudi dan Hukum-hukumNya.

Ada banyak bukti baik dari para Bapa Gereja maupun dari perpustakaan Nag Hammadi bahwa kaum Gnostik menentang Hukum Musa (hal. 204-205).

Dimuliakannya Kristus mempunyai dua maksud. Pertama adalah menyingkirkan sang Mesias secara ontologis dari umat pilihan dan, karena itu, menyangkal hak waris umat pilihan yang merupakan pemberian Allah. Akan tetapi, hal ini menjadi diperlukan hanya dengan pemuliaan Kristus hingga mencapai kesetaraan dan kekekalan dengan Allah sajalah maka dapat dinyatakan bahwa Kristus telah menghapus hukum Allah yang diberikan kepada orang Yahudi dan, sebagai gantinya, maka sebuah struktur yang didasarkan pada etika dan pemahaman teologis Yunani dapat dikembangkan. Doktrin Gnostis, yang pada akhirnya menjadi Trinitas, merupakan sesuatu yang esensi bagi pemikiran Helenis di dalam iman percaya yang baru. Hanya melalui proses ini sajalah Iblis dapat memalsukan berita ini dan memastikan ketidak-mauan bekerja sama dan menjamin adanya ketidak-sesuaian dengan Hukum Allah. Keseluruhan dari argumen Hukum Allah vs. Anugrah dalam Kekristenan modern merupakan sesuatu yang diinspirasikan oleh setan, sebagai pendirian Gnostis (lihat juga dalam makalah Hubungan antara Keselamatan atas dasar Anugrah dan Hukum Allah [082], Works of the Law - or MMT  [104] dan Ketakhyulan dalam Gereja Apostolik [089]).

 

Prinsip Ke Tiga: Kepatuhan pada Allah

Prinsip yang ke tiga dari Perintah Allah yang pertama mungkin adalah yang paling sulit namun juga yang paling inti dari seluruh kegiatan Kristus. Prinsip ini adalah prinsip kepatuhan. Kristus belajar mengenai kepatuhan dari semua penderitaan yang Ia alami (Ibrani 5:8). Dengan kepatuhan Kristus banyak orang yang akan menerima pembenaran (Roma 5:19). Tujuan dari iman Kristus adalah untuk membuat Orang Bukan Yahudi, atau bangsa-bangsa, menjadi patuh (Roma 16:29, 26). Rushdoony menyatakan:

3. Prinsip ke tiga dari Shema Israel adalah bahwa satu Allah, satu Hukum Allah, menuntut adanya satu kepatuhan yang tidak berubah dan tidak bersyarat: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ulangan 6:5). Artinya adalah bahwa manusia harus mematuhi Allah secara total, di dalam setiap dan semua keadaan, dengan seluruh keberadaan dirinya. Karena manusia secara total adalah ciptaan Allah, dan karena tak ada satu seratpun di dalam dirinya yang bukan merupakan buah karya Allah dan karena itu tunduk di bawah hukum total dari Allah, tak satupun bidang dalam kehidupan dan keberadaan manusia yang dapat dikecualikan dari Allah dan HukumNya. Karenanya, sebagaimana dinyatakan di dalam Ulangan 6:6 “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan” (dalam karya tersebut di atas, hal. 20-21).

 

Maksud dari Roh Kudus adalah untuk menanamkan proses-proses kepatuhan pada Hukum Allah ini ke dalam hati dari umat manusia. Monoteisme secara keseluruhannya dibangun pada prinsip ke tiga ini yang menyangkut kepatuhan terhadap kehendak Allah, yang, sebagaimana juga hukumNya, timbul dari sifat Allah. Dengan demikian maka kehendakNya adalah hukum, sebagai suatu ekspresi (perwujudan) dari ke-maha-tahuan dan ke-maha-kuasaan yang illahi menjadi sebuah kuasa yang kreatif. Semua makhluk berada di bawah kehendak illahi, sebagaimana dinyatakan oleh Hukum Allah, jika tidak maka manusia menjadi politeis, karena mempunyai kehendak yang berada di luar kehendak Allah. Dalam pengertian ini maka Binitarianisme adalah politeis, karena aliran ini berkehendak untuk membenarkan dua kehendak yang kekal.

 

Doktrin Jiwa membawa politeisme ini satu langkah lebih jauh dalam arti bahwa doktrin itu berusaha untuk menggunakan beberapa kehendak yang di luar kuasa Allah dan tidak bergantung pada Allah untuk kehidupan kekal. Pendirian Alkitab adalah bahwa Kristus bergantung pada Allah Bap untuk hidup kekal karena Allah Bapa mempunyai kehidupan di dalam diriNya sendiri. Dengan demikian Kristus adalah bukan Allah yang sejati dan yang disebut Jika Imortal tidaklah ada, atau bahwa monoteisme dilanggar secara logis sebagaimana juga Firman Allah (Yohanes 5:26; 14:28; 1Timotius 6:16).

 

Dengan memberontak terhadap kehendak Allah, dan kehendakNya adalah Hukum, sama saja dengan menginginkan berpisah dari Allahy dan bertanggung-jawab atas keharusan logis dari monoteisme. Karena itu, pemberontakan merupakan dosa yang setera dengan sihir (1Samuel 15:23).

 

Prinsip Ke Empat: Pendidikan mengenai Hukum Allah

Prinsip kepatuhan terhadap Hukum Allah mengalir terus hingga prinsip yang ke empat. Prinsip menyangkut pendidikan mengenai hukum Allah ini merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari baik kepatuhan terhadap hukum Allah maupun dari penyembahan. Kesemuanya ini merupakan elemen-elemen yang pertama. Penyembahan secara keseluruhannya dipusatkan pada sang Eloah yang merupakan poko pemujaan dan pokok pandang dari Bait Allah (Ezra. 4:24; 5:1-2,8,12-17; 6:3-12). Dengan demikian: Tak ada Allah lain kecuali sang Eloah.

Rushdoony menyatakan mengenai prinsip ini.

4. Prinsip yang ke empat yang mengikuti Shema Israel dinyatakan dalam Ulangan 6:7-9, 20-25; pendidikan mengenai Hukum Allah merupakan dasar dan tidak dapat dipisahkan dengan kepatuhan terhadap Hukum Allah dan terhadap penyembahan. Hukum Allah mengharuskan adanya pendidikan dalam bidang hukum. Oleh karena itu segala sesuatu yang tidak merupakan sekolah yang didasarkan pada Alkitab merupakan tindakan murtad dari seorang percaya: di dalamnya termasuk memiliki allah lain dan bersembah-sujud terhadap allah itu dan belajar dari dia. Tak akan ada penyembahan yang benar tanpa pendidikan yang benar, karena Hukum Allah mengikat dan absolut, dan tak seorangpun dapat datang pada Allah sembari mengolok-olok ketentuanNya.

 

Dari Ulangan 6:8 Israel memperoleh menggunakan Tefilin, bagian dari Hukum Allah yang diikatkan pada kepala atau tangan pada saat berdoa. Mengenai ayat ini telah diamati bahwa:

Karena perkataan ini adalah figuratif, dan melambangkan kepatuhan yang tidak menyeleweng dari perintah Illahi, maka demikian pula perintah-perintah selanjutnya, maksudnya perintah untuk menuliskan kata-kata pada tiang pintu rumah, dan juga pada gerbang, haruslah dipahami secara rohani, dan penggenapan secara harfiah dari perintah seperti itu hanya dapat menjadi adat-istiadat yang dapat dipuji atau menyenangkan hati Allah jika digunakan sebagai cara untuk mematuhi Hukum Allah secara terus-menerus di depan mata kita. Akan tetapi, pra-konsepsinya sendiri mencirikan adanya suatu adat-istiadat, yang tidak hanya dipatuhi di negara-negara pengikut Mohammad di Timur di masa sekarang, tetapi juga merupakan adat-istiadat yang biasa di Mesir kuno (Keil and Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, jilid III, The Pentateuch (Grand Rapids: Eerdmans 1949), hal. 324)

 

Tentu yang diperlukan, adalah pemikiran dan tindakan, keluarga dan rumah, visi manusia dan karya manusia, kesemuanya dipandang di sudut pandang Hukum dan Firman Allah. Tetapi itu belum semuanya. Pemenuhan secara harfiah dari perintah yang berkaitan dengan tanda pada tangan dan pada pintu rumah (Ulangan 6:8, 9) merupakan sesuatu yang jelas diharuskan, sebagaimana yang dijelaskan di dalam Bilangan 15:37-41 (lihat juga dalam Ulangan 11:18-20). Pita biru yang diharuskan tidaklah dapat dihilangkan secara rohani. Allah menuntut agar Ia disembah menurut perkataanNya sendiri (dalam karya di atas, hal. 21-22).

Ulangan 6:8 diperbarui dengan Ulangan 6:6. Tujuan rohaninya direfleksikan dengan pita-pita tersebut (Bilangan 15:37-41) (lihat juga makalah Pita Biru [273]). Dengan demikian maka elemen-elemen dari hukum Allah merupakan inti daripada prinsip mengenai pendidikan dan kegiatan mental secara utuh yang dipenuhi dengan pelayanan terhadap Allah. Oleh karena itu di dalam Perintah Allah yang pertama terkandung, atau didasarkan pada peraturan-peraturan turunan, yang berkembang dan memperjelas tujuan dan maksudnya (lihat dalam makalah Hukum dan Perintah Allah yang Pertama [253]).

 

Aspek lain yang dikembangkan oleh Rushdoony di dalam prinsip ini adalah bahwa

penyembahan di dalam bahasa yang tidak dikenal (1Korintus 14) merupakan suatu pelanggaran terhadap perintah ini, sebagaimana pula penyembahan yang tidak mencakup pernyataan dari firman Allah, ataupun tanpa pendidikan kepada umat mengenai perjanjian di dalam batasan dari firman-hukum perjanjian. (dalam karya di atas, hal.23)

Dengan demikian, berbicara dalam bahasa lidah, baik dalam bahasa manusia atau bahasa roh jahat, baik yang asing maupun yang nyata, atau tidak jelas dan tidak dapat dimengerti atau secara khayal adalah juga sebuah pelanggaran dari prinsip-prinsip di dalam Perintah Allah yang pertama. Pokok ini kemudian mengalir ke dalam prinsip yang ke lima, yang isinya adalah bahwa respon terhadap anugrah adalah mematuhi perintah Allah (lihat Yakobus 1:22-26).

 

Prinsip Ke Lima: Anugrah di dalam Hukum Allah

Mungkin inilah prinsip yang paling sering keliru dipahami atau yang secara sengaja dinyatakan dengan keliru. Keseluruhan dari arguman menyangkut Anugrah/Hukum bersumber dari kekeliruan penerapan dari teks Alkitab. Kesalahan ini sudah dinyatakan melalui keseluruhan struktur dari sistem Reformasi (lihat makalah Kekhususan di dalam Hukum Allah [0 96]).

 

Rushdoony menyatakan mengenai prinsip anugrah:

Sebuah prinsip ke lima yang juga diproklamirkan dalam perikop yang sama, yaitu dalam Ulangan 6:20-25, adalah bahwa, dalam pendidikan yang disyaratkan ini, haruslah ditekankan bahwa respon terhadap anugrah adalah mematuhi Hukum Allah. Anak-anak harus diajar bahwa maksud dari Hukum Allah adalah bahwa Allah menbus Israel dari perbudakan, dan “agar Ia dapat menjaga hidup kita,” “maka Ia untuk melakukan segala ketetapan itu dan untuk takut akan TUHAN, Allah kita, supaya senantiasa baik keadaan kita dan supaya Ia membiarkan kita hidup, seperti sekarang ini” (6:24). Tak ada pembenaran untuk mengesampingkan hal ini yang dapat ditemukan dalam Perjanjian Lama ataupun Baru. Setiap kali gereja dalam Perjanjian Lama ataupun Baru membuat pengartian yang menyimpang terhadap Hukum Allah, pengartian itu diserang oleh para nabi dan rasul, tetapi tidak pernah Hukum Allah itu sendiri. Karena Allah itu esa, anugrah dan HukumNya mempunyai satu maksud dan tujuan. Perikop ini menguraikan dengan gamblang tentang prioritas Allah dalam anugrah pemilihannya dalam panggilan dan penebusan umat pilihanNya. Hubungan dengan Israel adalah hubungan anugrah, dan Hukum Allah diberikan dengan tujuan untuk memberi umat Allah respon yang seharusnya dan yang perlu terhadap anugrah, dan manifestasi dari anugrah: kepatuhan terhadap Hukum Allah (dalam karya di atas, hal. 23).

Dengan demikian Hukum Allah tidak berubah dan dipatuhi oleh umat Kristen. Hukum ini dibela oleh para nabi dan rasul. Jika seorang yang mengaku diri Kristen tidak berbicara sesuai dengan Hukum Allah dan Kesaksian, maka tak ada terang di dalamnya (Yesaya 8:20).

 

Prinsip Ke Enam: Takut akan Allah dan Kecemburuan Allah

Dalam Keluaran 6:10-15, pokok pemikiran yang lain dinyatakan dalam kaitannya dengan implikasi dari Shema Israel:

10Maka apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepadamu--kota-kota yang besar dan baik, yang tidak kaudirikan; 11rumah-rumah, penuh berisi berbagai-bagai barang baik, yang tidak kauisi; sumur-sumur yang tidak kaugali; kebun-kebun anggur dan kebun-kebun zaitun, yang tidak kautanami--dan apabila engkau sudah makan dan menjadi kenyang, 12maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan. 13Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah. 14Janganlah kamu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa sekelilingmu, 15sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga Ia memunahkan engkau dari muka bumi. (Teks Masoret dari Masyarakat Penerbitan Yahudi di Amerika [Masoretic Text of the Jewish Publication Society of America], selanjutnya disebut MTV).

Disini, prinsip yang ke enam dari Perintah Allah yang pertama adalah takut akan Tuhan atau bahwa kecemburuan Allah bergantung pada perspektif dari mana aktivitas tersebut dipandang. Pokok utamanya adalah bahwa tak ada tatanan hukum yang lain kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah. Oleh karena itu Kristus tak mungkin dapat meninggalkan hukum Allah karena Ia sesungguhnya merupakan gambaran dari Allah yang tidak kelihatan dan, karenanya, dengan memiliki Roh Kudus yang turut dalam dirinya yang illahi dan tidak dapat mengeluarkan instruksi lain kecuali instruksi yang telah diberikan kepadaNya yang berasal dari hakikat Allah melalui Roh Kudus. Rushdoony menyatakan:

Jadi prinsip yang ke enam adalah kecemburuan Allah. Ini merupakan fakta yang teramat-sangat penting. Umat pilihan diperingatkan, sementara mereka menduduki dan mengambil alih tanah yang kaya yang bukan hasil kerja mereka, agar tidak melupakan Allah, yang membebaskan dan memberi mereka kemakmuran. Melihat kekayaan yang datang dari kebudayaan yang memusuhi Allah, umat perjanjian Allah akan digodai agar melihat cara lain memperoleh sukses dan kemakmuran di luar allah. Godaan itu adalah untuk “pergi mencari allah lain … allah dari rakyat di sekeliling tempat itu.” Ini adalah sama degnan mempercayai bahwa ada hukum-ketertiban yang lain di luar tatanan Allah; ini adalah melupakan bahwa sukses dan kehancuran dari kaum Kanaan adalah sama-sama hasil karya Allah. Hal ini memancing murka dan cemburu Allah. Fakta bahwa kecemburuan terus dikaitkan dengan Hukum Allah, dan diterapkan Allah dengan pemberian HukumNya, merupakan hal penting dalam memahami Hukum Allah. Hukum Allah bukanlah hukum yang buta, tak berperasaan, dan bekerja secara mekanis … Tetapi Allah yang cemburu mencegah kemenangan baik orang Kanaan atau Israel dan gereja yang meninggalkan iman mereka. Tanpa Allah yang cemburu dan berkepribadian, tak mungkin akan ada keadilan (dalam karya di atas, hal. 24-25).

Asumsi yang seringkali diambil dari prinsip ini adalah bahwa kekuasaan dan jumlah merupakan apa yang membentuk Gereja Allah. Asumsi ini tidaklah benar. Kemenangan dari Gereja Allah adalah pada saat kebangkitan kembali di saat kembalinya Sang Mesias untuk menjalankan pemerintahan seribu tahun. Adalah untuk alasan ini maka sistem trinitari, dan secara spesifik yang menyebut dirinya Gereja Katolik, harus menempatkan pada dirinya sendiri fungsi dari Gereja yang sejati di bawah pemerintahan Kristus saat ini, dimana jelas-jelas tidak demikian jika ditilik dari Alkitab. Alkitab menyebutkan adanya gereja palsu yang berkekuasaan besar di bawah sistem pemerintahan dunia yang dikuasai oleh Iblis dan kuasa dari binatang besar. Adalah gereja ini (yang dilambangkan dengan istilah perempuan) yang akan mabuk dengan darah dari orang-orang kudus dan para martir (Wahyu 17:1-6). Sistem ini berada di dalam dan menerima sebuah dunia yang diperintah oleh illah dunia ini (2Korintus 4:4) dan penghulu-penghulu dari penguasa di udara (Efesus 2:2).

 

Berkat yang terdapat di dalam Perjanjian Israel dicurahkan kepada bangsa Isreal melalui hak kelahiran dan dimiliki oleh setiap individu di dalam bangsa itu yang setia terhadap iman percayanya. Merupakan fakta dari abad ke lima belas bahwa mungkin setengah dari negara Inggris secara diam-diam adalah Unitaris di sepanjang proses Reformasi gereja dan memang Allah Bapa dipersamakan oleh banyak orang di dalam struktur trinitaris menurut istilah-istilah Unitaris. Karena alasan inilah maka Allah telah melindungi Israel yang dipilihNya sekalipun terjadi banyak tekanan terhadap kebenaran teologis di banyak bidang.

 

Prinsip Ke Tujuh: Jangan Mencobai Allah

Prinsip yang ke tujuh, yang mengalir sebagai kelanjutan dari Shema adalah menyangkut hal mencobai Allah. Ini merupakan sesuatu yang berbeda dari konsep mengenai mencobai Allah yang pernah diucapkanNya secara spesifik dalam hal-hal yang berkaitan dengan perpuluhan (Maleakhi 3:10). Perpuluhan merupakan sesuatu yang secara spesifik berhubungan dengan perintah yang pertama dan, sekalipun diuraikan secara terpisah sebagai sebuah doktrin, ditentukan oleh penyembahan terhadap satu Allah yang sejati. Perpuluhan di dalam sistem yang menyimpang adalah tidak beda dengan menyembah allah yang palsu dan merupakan pelanggaran terhadap perintah yang pertama (lihat juga di dalam makalah Perpuluhan [161]).

 

Prinsip ke tujuh yang merupakan kelanjutan dari Shema Israel dinyatakan dalam Ulangan 6:16-19:

16Janganlah kamu mencobai TUHAN, Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa. 17Haruslah kamu berpegang pada perintah, peringatan dan ketetapan TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu; 18haruslah engkau melakukan apa yang benar dan baik di mata TUHAN, supaya baik keadaanmu dan engkau memasuki dan menduduki negeri yang baik, yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, 19dengan mengusir semua musuhmu dari hadapanmu, seperti yang difirmankan TUHAN. (MTV)

 

Inilah yang dibuat Iblis sebagai godaan bagi Yesus agar Ia lakukan: untuk mencobai Allah, untuk menguji Allah. Israel mencobai Allah di Massah dengan mengajukan pertanyaan, “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?” (Keluaran 17:7)

 

Penyembahan terhadap Yehova tidak hanya harus bersih dari segala bentuk berhala, yang tidak akan diterima oleh Allah yang cemburu (lihat Keluaran xx.5), tetapi yang juga akan Ia hukum dengan pemusnahan dari muka bumi (“permukaan tanah,” seperti dalam Keluaran xxxii.12): tetapi juga harus bersih dari pencobaan terhadap Allah dalam bentuk keluhan negatif orang percaya kepada Allah, jika Ia tidak dengan segera menyingkirkan tekanan yang mereka hadapi, yang disebabkan karena mereka telah berdosa di Masa, yaitu di Refidim (Keluaran xvii. 1-7) Keil dan Delitzsch, dalam karya tersebut di atas, III. 325 dst.).

 

Dengan demikian prinsip yang ke tujuh ini melarang pengujian dengan tidak percaya terhadap Allah: hukum Allah merupakan ujian bagi manusia; oleh karenanya, manusia tidak dapat menganggap dirinya allah dan menempatkan Allah dan hukum-firmanNya ke dalam pengujian. Tindakan seperti itu merupakan keangkuhan luar biasa dan penghujatan; merupakan kebalikan dari kepatuhan, karena tindakan itu merupakan inti dari ketidak-patuhan terhadap hukum Allah. Karena itu, hal ini di-lawan-padankan dengan kepatuhan yang sungguh terhadap Hukum Allah. Kepatuhan ini merupakan prasyarat dari berkat: merupakan dasar dari penaklukan dan kepemilikan, dalam pengertian sebagai prasyarat perjanjian dengan umat Allah, umat HukumNya, untuk masuk ke dalam warisan mereka (dalam karya di atas, hal. 26-27).

 

Dengan demikian maka perintah yang pertama merupakan sentra dari iman dan adalah pada perintah yang pertama ini bergantung kesemua perintah dan ketentuan yang lainnya. Yakobus dapat mengemukakan keseluruhan argumen ini hingga mencapai konklusi akhirnya bahwa pelanggaran terhadap satu perintah adalah sama dengan melanggar keseluruhan perintah yang lain. Karena itu, hal ini dapat diluaskan hingga pada taraf bahwa menghormati manusia merupakan pelanggaran secara langsung terhadap hukum Allah. Hal perlunya perbuatan di dalam iman di bawah naungan Hukum Allah merupakan inti dari seluruh isi surat Yakobus. Hal ini dikesampingkan oleh para ahli teologi karena berita berikut ini.

Yakobus 2:1-26 1Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. 2Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, 3dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!", sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!", 4bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat? 5Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia? 6Tetapi kamu telah menghinakan orang-orang miskin. Bukankah justru orang-orang kaya yang menindas kamu dan yang menyeret kamu ke pengadilan? 7Bukankah mereka yang menghujat Nama yang mulia, yang oleh-Nya kamu menjadi milik Allah? 8Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik. 9Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran. 10Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. 11Sebab Ia yang mengatakan: "Jangan berzinah", Ia mengatakan juga: "Jangan membunuh". Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga. 12Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang. 13Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman. 14Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? 15Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, 16dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? 17Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. 18Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." 19Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. 20Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? 21Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? 22Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. 23Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: "Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." Karena itu Abraham disebut: "Sahabat Allah." 24Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. 25Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain? 26Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.

 (KJV)

Perintah utama yang ke dua menyangkut Kasih terhadap Sesama adalah juga didasarkan pada kepatuhan terhadap Hukum Allah. Dengan demikian, keseluruhan inti dari ajaran Yesus Kristus adalah didasarkan pada hukum Allah. Inilah yang disebut sebagai hukum kebebasan yang sempurna (Yakobus 1:25). Hormat terhadap sesama merupakan sebuah dosa dan sebuah pelanggaran terhadap hukum dan kehendak Allah (Yakobus 2:9) sama tegasnya dengan kesalahan penyembahan berhala dan sihir (lihat di dalam makalah Perintah Utama yang Ke Dua [257]).

 

Iblis mempunyai rasa hormat di dalam tuduhannya terhadap saudara seiman dan kemanusiaan. Dengan demikian kegiatan dari para setan diawali dengan sebuah pelanggaran terhadap Perintah Allah yang pertama dan berlanjut hingga menjadi pelanggaran terhadap keseluruhan Hukum Allah. Mereka yang melanggar atau mengabaikan Hukum Allah dan mengajar orang lain untuk melakukan hal yang sama sesungguhnya telah berdosa dan melakukan pekerjaan untuk Iblis. Oleh karena alasan inilah maka mereka dianggap sebagai yang terkecil di dalam Kerajaan Allah (Matius 5:17-20).

Matius 5:17-20 17"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. 18Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. 20Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. (KJV)

Kapasitas untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga didasarkan pada kebangkitan. Kapasitas dari guru-guru palsu ini karenanya telah menurun dan mereka dipindahkan ke dalam kebangkitan yang ke dua dimana mereka dapat diajar kembali. Hanya mereka yang mematuhi perintah-perintah Allah dan kesaksian dari Yesus Kristus yang dapat masuk di dalam kebangkitan yang pertama sebagai orang-orang kudus dengan hak untuk memperoleh pohon kehidupan (Wahyu 12:17; 14:12; 22:14 KJV).

 

Jika anda percaya bahwa hanya ada satu Allah maka anda telah berlaku benar. Iblis dan setan-setannya tahu bahwa hanya ada satu Allah dan menjadi gemetar (Yakobus 2:19). Tujuan dari setan-setan adalah untuk menipu sebanyak mungkin manusia sehingga lebih sedikit manusia yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah dan dengan demikian rencana Allah dikacaukan. Iblis telah melanggar perintah Allah yang pertama dan sedang berusaha untuk mencari pembenaran untuk posisinya dengan menyesatkan orang lain dan dengan demikian membenarkan setan-setannya di dalam apa yang mereka lakukan. Sembahlah Allah dan layanilah hanya Dia saja (Matius 4:10)

Matius 4:10 10Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (KJV)

 

Hanya ada satu Allah yang sejati, Eloah, dan Yesus Kristus adalah putraNya yang diutusNya bagi kita (Amsal 30:4-5; Yohanes 17:3; 1Yohanes 5:20). Kristus adalah permulaan dari penciptaan Allah (Wahyu 3:14) dan setia kepadaNya yang yang menciptakan (SGD 4160 poieo) Dia (Ibrani 3:2). Kata yang berart menciptakan atau melakukan di sini dianggap sebagai ditunjuk untuk mengaburkan arti tulisan ini. Kata ini diperdebatkan sebagai menciptakan dalam Dewan Nicea. Eloah sajalah yang kekal dan tak seorangpun manusia yang pernah atau akan pernah melihat Dia (Yohanes 1:18; 1Timotius 6:16). Anda tak boleh mempunyai elohim lain di hadapanNya (Keluaran 20:2-3; Ulangan 5:6-7).

Keluaran 20:2-3 2"Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. 3Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. (KJV)